Pages

Diberdayakan oleh Blogger.
Memahami Al-Qur'an dan Sunnah menurut pemahaman para Salafusshalih

Biografi Bilal bin Rabah Al Habasyi - Muadzin Pertama

Rabu, 19 Oktober 2016

POSTED BY MUHAMAD NURDIN FATHURROHMAN POSTED ON 8:57 AM 


*Artikel "Biografi Bilal bin Rabah Al Habasyi - Muadzin Pertama" adalah bagian dari seri "Kisah Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam"*




Bilal bin Rabah adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia) yang masuk Islam ketika masih diperbudak. Setelah majikannya mengetahui bahwa Bilal masuk Islam, maka Bilal disiksa terus menerus setiap harinya guna mengembalikannya agar tidak memeluk Islam. Tetapi Bilal tidak mau kembali kepada kekafirannya. .Bilal dimerdekakan oleh Abu Bakar dan menjadi sahabat setia Rasulullah saw sampai-sampai Bilal dalam sebuah hadits *diceritakan bahwa**Rasulullah *saw pernah bermimpi mendengar suara terompah Bilal di surga.*



Ketika hukum syariat adzan diperintahkan oleh Allah orang yang pertama kali disuruh oleh

Rasulullah untuk mengumandangkannya adalah Bilal bin Rabah, ia dipilih karena suara Bilal sangat merdu. Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Namun *sepeninggal Rasulullah, Bilal berhenti menjadi muadzin , ia berhenti saat mengunmandangkan adzan saat mengucapkan "ashaduanna Muhammadarusulullah", ia menangis dan berhenti mengumandangkan adzan karena teringat akan seorang kekasih yakni Nabi Muhammad SAW.*


Selain sebagai muadzin Bilal telah juga meriwayatkan 44 hadis dari Nabi SAW, pernah menjabat sebagai bendahara Rasulullah di baitul mal, Ia tidak pernah absen mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah. Tentang Bilal, *Rasulullah SAW mengatakan, "Bilal adalah seorang penunggang kuda yang hebat dari kalangan Habasyah."* (HR Ibnu Abi Syaibah dan Ibn Asakir)




*Biografi*



Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).



Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.



Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin



Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.



*Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.*



Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.



Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.



Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.



Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.




*Penyiksaan yang dirasakan Bilal*



Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung Bilal yang tanpa pakaian dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”



Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”



Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.



Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, *Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.*





*Abu Bakar membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf*



Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.



Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”



Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”



Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallambahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”



Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhumenjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”





*Ikut hijrah ke Madinah*



Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakardan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,



Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti

Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil
Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah
Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil


Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.



Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya,Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.




*Adzan pertama*



*Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.*



Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumahRasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallamseraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.



Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.



*Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.*



Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.



Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.



Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.



Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.



Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah .Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..



Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”



AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”



Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”




*Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”*




*Berhentinya Bilal menjadi Muadzin*



Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.



*Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.*



Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallamsebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.



Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”



*Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”*



Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”



Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.



Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”



Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama *Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..BiIal, “pengumandang seruan langit itu”, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat.*




*Tak Pernah Meninggalkan Wudhu*



Nama Bilal memang kerap dikaitkan dengan azan. Sebab, dia adalah orang pertama yang menjadi muazin pada zaman Rasul SAW. Namun, kemuliaan Bilal tak hanya karena azannya, jejak langkah Bilal pernah didengarRasulullah SAW di dalam surga. Sebuah penghargaan yang sangat tinggi bagi setiap orang yang beriman.



Suatu hari, pada waktu Subuh,Rasulullah SAW berbincang-bincang dengan Bilal bin Rabah. Rasul berkata, "Wahai, Bilal, ceritakanlah kepadaku mengenai amalan yang menurutmu paling besar pahalanya, yang pernah kamu kerjakan dalam Islam. Sesungguhnya, aku pernah mendengar suara telapak langkah (jalan)-mu di hadapanku di surga."



*Bilal menjawab, "Wahai, Rasulullah, sesungguhnya aku tidak pernah mengerjakan amalan yang menurutku besar pahalanya, tapi aku tidak wudhu pada waktu malam dan siang, melainkan aku akan menunaikan shalat yang diwajibkan bagiku untuk mengerjakannya."*



*Jadi, setiap selesai melaksanakan wudhu, Bilal senantiasa melakukan shalat dua rakaat, yakni shalat sunat wudhu.* *Perbuatan itu senantiasa dilakukannya dalam setiap kesempatan. Selain itu, ia juga termasuk orang yang senantiasa memelihara (dawam) wudhu, yakni setiap batal, dia akan langsung berwudhu*




*Peran selain Muadzin*



*Semasa hidupnya, Bilal telah meriwayatkan 44 hadis dari Nabi SAW. Di antaranya, Rasulullah bersabda, "Hendaklah kalian menunaikan shalat malam (tahajud) karena shalat malam adalah tradisi (kebiasaan) orang-orang saleh sebelum kalian. Sesungguhnya, shalat malam adalah amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, dapat mencegah dari perbuatan dosa, mengampuni dosa-dosa kecil, dan menghilangkan penyakit dari badan."* (HR Tirmidzi).



Selain sebagai muazin, Bilal juga pernah menjabat sebagai bendahara Rasulullah di baitul mal. Ia tidak pernah absen mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah. Tentang Bilal, Rasulullah SAW mengatakan, "Bilal adalah seorang penunggang kuda yang hebat dari kalangan Habasyah." (HR Ibnu Abi Syaibah dan Ibn Asakir).




Bilal meninggal dunia di Damaskus pada 20 H. Jasadnya dimakamkan di sana. Namun, ada riwayat yang menyebutkan bahwa jasad Bilal dimakamkan di wilayah Halb.



Sumber:

Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya, Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya
Bilal bin Rabah Al Habasyi (wafat 20 H/641 M)
Berbaghai sumber
Iq aisy salm khod

Sumber grup WA Kajian Ilmiyyah Depok

Silahkan kunjungi satucarajitu.blogspot.com untuk informasi lain yang bermanfaat  

Mulia Dengan Sunnah

Senin, 17 Oktober 2016

💎 Mulia Dengan Sunnah 💎:


  *FAIDAH PAGI*



 *💥Diantara Buah Dari Mengikuti Sunnah Adalah Akan Singgah Di Telaga Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam💥* 



▪️ Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah;



وﺭﻭﺩ ﺍﻟﻨّﺎﺱ ﺍﻟﺤﻮﺽ، ﻭﺷﺮﺑﻬﻢ ﻣﻨﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻌﻄﺶ الأﻛﺒﺮ، 👈ﺑﺤﺴﺐ ﻭﺭﻭﺩﻫﻢ ﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ -، ﻭﺷﺮﺑﻬﻢ ﻣﻨﻬﺎ، 

💡ﻓﻤﻦ ﻭﺭﺩﻫﺎ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪّﺍﺭ، ﻭﺷﺮﺏ ﻣﻨﻬﺎ، وﺗﻀﻠّﻊ، 👈ﻭﺭﺩ ﻫﻨﺎﻙ ﺣﻮﺿﻪ ﻭﺷﺮﺏ ﻣﻨﻪ ﻭﺗﻀﻠّﻊ،


📗 ﻓﻠﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺣﻮﺿﺎﻥ ﻋﻈﻴﻤﺎﻥ:👇 

📍ﺣﻮﺽ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ، ﻭﻫﻮ ﺳﻨّﺘﻪ ﻭﻣﺎ ﺟﺎﺀ ﺑﻪ،
📍ﻭﺣﻮﺽ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ، 
✏ﻓﺎﻟﺸّﺎﺭﺑﻮﻥ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﻮﺽ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻫﻢ ﺍﻟﺸّﺎﺭﺑﻮﻥ ﻣﻦ ﺣﻮﺿﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎمة، 
ﻓﺸﺎﺭﺏ، ﻭﻣﺤﺮﻭﻡ، وﻣﺴﺘﻘﻞ، ومستكثر.  


"Manusia akan singgah dan meminum telaga Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pada hari kehausan yang sangat (hari kiamat)  disesuaikan dengan bersinggahnya ia pada sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan bagaimana ia meminum (mengambil) bagian darinya, 💡Maka barangsiapa yang dinegeri dunia ini ia bersinggah kepada sunnah dan meminum serta menghirup darinya (yaitu; berpegang teguh) 👉 maka kelak ia akan menyinggahi telaga Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan meminum serta meneguknya, 

📗Karena sesungguhnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memiliki dua telaga yang agung;
Telaga didunia yaitu sunnahnya dan segala perkara yang ia datang dengannya, dan telaganya di akhirat
✏️Maka orang-orang yang meminum telaga didunia mereka itulah yang akan meminum telaganya pada hari kiamat.
Maka ada golongan yang meminumnya, ada yang diharamkan, ada yang banyak meminumnya dan ada yang sedikit".
________ 
📗 Ijtima'ul Juyusy Al Islamiyyah /85.


✒️Penerjemah:

Ustadz Fauzan Abu Muhammad.


Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

                                                 
Sumber grup WA Kajian Ilmiyyah Depok

Silahkan kunjungi satucarajitu.blogspot.com untuk informasi lain yang bermanfaat                                 

Kemilau Emas Wasiat Nabi

Rabu, 12 Oktober 2016

Al-Ustâdz Abu Ubaidah, Muhammad Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir As-Sidawi 


Saudaraku, sejenak aku mengajak Anda untuk merenungkan hadits berikut baik-baik.



عَنِ اْلعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ: صَلَّى لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً, ذَرِفَتْ لَهَا اْلأَعْيُنُ وَ وَجِلَتْ مِنْهَا اْلقُلُوْبُ. قُلْنَا أَوْ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ, كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا! أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَ اْلسَّمْعِ وَ اْلطَّاعَةِ وَ إِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا, فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى بَعْدِيْ اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَ سُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ وَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ, وَ إِيَّاكُمْ وَ مُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَ إِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ



Dari Irbadz  bin Sariyah, berkata, 



“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat mengimami kami lalu beliau menhadap kami dan menasehati kami dengan nasehat yang mendalam, air mata kami menetes olehnya dan hati kami terenyuh dibuatnya.    



Kami atau mereka berkata, 



“Ya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepertinya ini nasehat orang yang berpamitan, maka berilah kami nasehat.”   



Beliau berkata, 



“Aku wasiatkan kepada kalian dengan taqwa kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala dan mendengar serta taat (kepada pemimpin) sekalipun dia adalah budak  Habsyi (orang hitam). 

Sesungguhnya orang yang hidup dari kalian, niscaya dia akan mendapati setelahku perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur yang lurus dan mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi gerahammu (peganglah kuat-kuat). Dan hati-hatilah dari perkara-perkara yang baru, (dalam ibadah), sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” 
(HR. Tirmidzi, Abu Dawud dll, dishahihkan Albani)



Dalam hadits ini, Nabi mewasiatkan kepada kita beberapa wasiat berharga, lebih-lebih saat fitnah berkecamuk:



1.Bertaqwa kepada Allah, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan hambaNya yang bertaqwa kepadaNya. 



Tholq bin Habib pernah menasehatkan kepada Bakr bin Abdillah tatkala berkecamuk fitnah Ibnul Asy’ats: 



“Hadapilah dengan taqwa, yaitu engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah di atas cahaya Allah dengan mengharapkan pahala Allah, dan engkau meninggalkan kemaksiatan di atas cahaya Allah karena takut siksa Allah”.



2. Taat kepada pemimpin dan tidak memberontak mereka sebagaimana sangat ditekankan oleh agama Islam, karena dengan demikian akan terwujudkan keamanan dan ketentraman negara. Sebaliknya, dengan melalaikan hal ini akan membawa keburukan dan kerusakan sebagaimana terbukti dalam sejarah sepanjang zaman. 



Abdullah bin Mubarok berkata: 



“Barangsiapa meremehkan ulama maka akheratnya hancur dan barangsiapa meremehkan pemimpin maka dunianya akan hancur”.



3. Berpegang kepada sunnah dan sunnah para khalifah setelah beliau dengan kuat, karena dia akan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi dalam menghadapi fitnah sehingga akan tegar dan selamat. 




Dan perhatikanlah Nabi mengiringkan sunnah beliau dengan sunnah para khalifah rasyidin sebagai isyarat kepada pentingnya pemahaman salaf shalih dalam memahami Al-Quran dan Sunnah.




📚 CHANNEL LENTERA DAKWAH 

Channel Telegram : @yusufassidawi
📲 JOIN : http://bit.ly/LenteraDakwah


abiubaidah.com | Membela Agama dengan Ilmu dan Hujjah





♻ Republished by MRA Al-Jafari Al-Alabi

📁 Grup WA & TG : Dakwah Islam
🌐 TG Channel : @DakwahIslam


Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Sumber grup WA Kajian Ilmiyyah Depok

Silahkan kunjungi satucarajitu.blogspot.com untuk informasi lain yang bermanfaat

Keikhlasan-pun Sangat Membutuhkan Kesabaran

Selasa, 11 Oktober 2016

1) Sabar untuk *mengikhlaskan niat* dan membersihkannya dari riya’ dan tujuan duniawi tatkala sebelum beramal dan juga tatkala sedang beramal.


Jangan pernah membohongi diri, dengan menyatakan saya sedang berjuang di jalan Allah akan tetapi ternyata ada udang di balik batu.



Jika engkau membohongi dirimu, yang sekaligus berarti engkau membohongi Allah dan publik maka suatu saat Allah akan memunculkan udangmu tersebut dihadapan publik……. Maka berhati-hatilah…!



2) Setelah beramal harus sabar agar amalan tersebut *tidak dirusak oleh ujub dan takabbur* yang sewaktu waktu timbul karena kekaguman terhadap amalan tersebut atau merasa jasa dan peranmu yang besar sehingga jadilah engkau merasa sok “penting”. 



Padahal semua keberhasilanmu datangnya dari Allah semata



3) Sabar untuk *menyembunyikan amalan* tersebut dan tidak menampakannya kepada orang lain, karena pahala amalan yg tersembunyi lebih besar. 



Inipun butuh kesabaran yang besar, karena jiwa selalu ingin menceritakan amalannya kepada orang lain agar dihargai dan dihormati



4) Jika engkau berbuat baik kepada orang lain maka bersabarlah dengan menjaga keikhlasanmu dengan *tidak marah tatkala air susumu dibalas dengan air tuba* oleh orang yang kau bantu. 



Karena sesungguhnya engkau tdk mengarapkan “balas jasa”nya dan tidak pula ucapan “terima kasih”nya. 

Akan tetapi engkau HANYA mengharapkan WAJAH Allah


Allah berfirman:



إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا



"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk *mengharapkan KERIDHAAN Allah*, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan *TIDAK PULA (ucapan) TERIMAKASIH.*

[Qs. Al Insaan (76); ayat 9]


Setelah itu Allah berfirman :



وَجَزَاهُم بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا



"Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,"

[QS Al-Insan (76);  ayat 12]



✒️ Ustadz Firanda Andirja, MA


Sumber grup WA Kajian Ilmiyyah Depok

Silahkan kunjungi satucarajitu.blogspot.com untuk informasi lain yang bermanfaat


 
Flag Counter

Most Reading

Sidebar One