✔🌟🌟
🔰"SUNNAH" YANG WAJIB, "SUNNAH" YANG SUNNAH🔰
----------------------------
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbaad -hafidzhahullah- menyampaikan:
“Sesungguhnya syari’at Islam yang sempurna ini adalah sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam dalam makna yang umum. Dan sesungguhnya kata As-Sunnah itu dimutlakkan kepada empat makna:
⏩Pertama, semua yang datang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Sunnah beliau di sini pengertiannya adalah jalan hidup beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, “Barangsiapa yang membenci sunnahku (ajaranku) maka ia bukan termasuk dari golonganku.” (HR. Al-Bukhari 5063 dan Muslim 1401)
⏩Kedua, As-Sunnah itu bisa bermakna Al-Hadits. Pengertian ini bila digandengkan dengan kata Al-Qur’an, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, “Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, (jika kalian berpegang teguh kepada dua perkara tersebut) kalian tidak akan sesat, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.” (Al-Haakim dalam Mustadraknya 1/93). Sebagian Ulama juga ketika menyebutkan sebagian permasalahan mereka mengatakan, “Permasalahan ini telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijmaa’.
⏩Ketiga, As-Sunnah dimutlakkan pengertiannya jika berhadapan dengan kata Al-Bid’ah (yakni As-Sunnah lawan daripada Al-Bid’ah). Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, “….Karena sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup sepeninggal aku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian (ketika melihat perselisihan itu, -pent) berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’ur rasyidin Al-Mahdiyyin sepeninggalku, gigitlah ia (sunnah-sunnah itu, -pent) dengan gigi-gigi gerahammu, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang baru dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama (bid’ah) itu sesat.” (HR. Abu Daawud 4607 dan ini lafalnya, At-Tirmidzi 2676, Ibnu Majah 43-44. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini "Hasan Shahih").
Demikian pula sebagian Ulama mutaqaddimin dari kalangan Ahlul Hadits menamakan kitab-kitab mereka yang membahas tentang aqidah dengan istilah “As-Sunnah”. Seperti kitab As-Sunnah karya Muhammad bin Nashr Al-Mawarzi, As-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Aashim, As-Sunnah karya Al-Laalikaa’i dan selain mereka. Dalam kitab Sunan Abu Daawud terdapat “Kitabus Sunnah” yang isinya meliputi hadits-hadits yang banyak berkaitan dengan pembahasan aqidah.
⏩Ke-empat, As-Sunnah dimutlakkan dengan makna ‘Manduub’ dan ‘Mustahaab’ yakni suatu perintah namun dalam konteks anjuran bukan sebagai kewajiban. As-Sunnah dalam pengertian seperti ini dimutlakkan oleh kalangan Fuqahaa’ (Ulama Ahli Fiqh). Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, “Jika seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali hendak menunaikan shalat.” (HR. Al-Bukhari 887 dan Muslim 252). Maka perintah bersiwak dalam hadits ini ialah perintah yang bersifat anjuran, hanya saja ditinggalkan karena khawatir memberatkan umatnya jika hal tersebut sebagai kewajiban. (Al-Hats ‘alat Tibaa’is Sunnah wat Tahdzir minal Bida’ wa Bayaanu Khathariha” hal. 17-20)
Fikri Abul Hasan
WhatsApp المدرسة السلفية
♻Republished by MRA Al-Jafari Al-Alabi
📁Grup WA & TG Dakwah Islam
📩TG Bot : @DakwahIslam_Bot
🌐TG Channel : @DakwahIslam
Share yuk semoga teman anda mendapat faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka pintu amal kebaikan bagi anda. آمِينَ.
Sumber Grup WA Kajian Ilmiyyah Depok
Silahkan kunjungi satucarajitu.blogspot.com untuk informasi lain yang bermanfaat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar